Minggu, 14 April 2013

sistem pemerintahan pada masa kolonial


SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA KOLONIAL 



Kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Dunia Timur, khususnya Indonesia telah memberikan banyak perubahan dalam berbagai segi kehidupan bangsa. Sebagai contoh, sebelum kedatangan dan penguasaan bangsa Barat di Indonesia, sistem pemerintahan, struktur birokrasi, dan sistem hukum yang berlaku adalah sistem pribumi . Sistem pemerintahan yang dimaksud adalah sistem pemerintahan berbentuk kerajaan atau kesultanan. Struktur birokrasi yang didominasi oleh kekuasaan raja atau sultan, kemudian dibantu oleh orang-orang kepercayaan yang berada di bawahnya, seperti Penasihat Kerajaan, Patih, Menteri, dan Panglima.
Struktur pemerintahan yang telah lama berjalan sebelum kedatangan kaum imperialis tersebut merupakan suatu bentuk birokrasi yang menuntut ketaatan penuh dari bawahan (rakyat) kepada atasan (raja / sultan dan para pembantunya), namun tidak menjadikan rakyat terbebani. Sebaliknya, membentuk hubungan antara raja dengan rakyat yang dikenal dengan nama patron-client. Patron memiliki hak yang lebih baik kedudukannya, kebesarannya, kehormatannya dan segala hak-hak istimewanya. Sebaliknya client, memiliki kewajiban untuk mengabdi, menghormati, dan taat kepada patron yang dianggap sebagai pelindungnya. Patron ini biasanya sebagai atasan dan client sebagai bawahan.
Hubungan patron-client dapat diibaratkan hubungan bapak-anak. Jadi, raja harus merasa dirinya sebagai bapak yang harus menaungi rakyatnya sebagai anak. Kalaupun rakyat bekerja untuk raja, itu semata-mata bagian dari pengabdian anak terhadap bapaknya. Keadaan itu mencerminkan sistem politik tradisional.
Oleh karena itu, secara umum dengan pola hubungan patron-client ini raja memiliki wibawa yang tinggi dan rakyat berada dalam kehidupan yang sejahtera.
Ketika kolonialisme dan imperialisme masuk ke Indonesia, sistem pemerintahan tradisional tadi diganti oleh sistem pemerintahan kolonial. Dalam sistem kolonial ini, pihak penjajah berperan sebagai pihak yang menguasai dan menjajah, sementara pihak pribumi harus tunduk atas segala peraturan yang diterapkan pihak kolonial. Hubungan patron-client tidak lagi menggambarkan hubungan antara seorang ayah dan anak yang saling mengayomi, tetapi lebih pada bentuk penguasaan satu pihak ke pihak lainnya. Dalam praktiknya mengakibatkan kerugian di satu pihak (pribumi) dan keuntungan di pihak lain (penjajah).
Sistem baru yang diterapkan oleh bangsa kolonialis tersebut, secara umum membawa perubahan pada struktur masyarakat yang selama ini berlaku. Dalam kehidupan kerajaan, sistem kolonial sangat merugikan bagi pembesar-pembesar yang selama ini berkuasa. Meskipun sebagian jabatan dalam kerajaan ada yang masih dipertahankan, namun tetap saja posisi kerajaan yang sebelumnya sebagai institusi paling atas harus tunduk pada pemerintahan kolonial yang berkuasa saat itu. Kedudukan dan kewibawaan raja digeser oleh penguasa baru yang berkulit putih.
Abad ke-19 dan awal abad ke-20, Indonesia sudah berada pada penguasaan bangsa Belanda. Oleh karena itu sistem pemerintahan yang diterapkannya pun adalah sistem pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Kekuasaan tertinggi saat itu dipegang dan diatur oleh pemerintahan kerajaan Belanda. Namun demikian, dalam hal-hal tertentu Pemerintah Hindia-Belanda banyak menggunakan jasa pihak pribumi. Dalam pelaksanaan struktur pemerintahan dari atas ke bawah, Belanda menyusun bentuk pemerintah, yaitu:
1. Pemerintahan yang dipegang oleh kaum pribumi yang dinamakan dengan Pangreh Praja (PP). Pejabat yang duduk dalam Pangreh Praja adalah Bupati, Patih, Wedana, dan Asisten Wedana
2. Pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang Belanda yang disebut dengan Binenland Bestuur (BB), antara lain Gubernur Jenderal, Residen, Asisten Residen, dan Controleur.
3. Pemerintahan Zelfbestuur yaitu kerajaan yang berada di luar struktur pemerintahan kolonial.
Berdasarkan struktur birokrasi di atas, Asisten Residen setaraf dengan jabatan Patih, Controleur setingkat dengan Asisten Wedana, dan Asisten Wedana setaraf dengan Asisten Controleur. Bupati diangkat oleh Gubernur Jenderal atas rekomendasi dari Residen dan Asisten Residen. Awalnya para bupati itu dipilih dan diangkat berdasarkan keturunan, terutama diambil dari anak laki-laki pertama dalam keluarga, tetapi kemudian sesuai dengan perkembangan kekuasaan pemerintahan kolonial, pengangkatan bupati dilengkapi dengan beberapa persyaratan, terutama persyaratan pendidikan.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar